Sang Murabbi..








Muara tarbiyah kita. Darinya kita mengenal makna murni Ketauhidan. Ia adalah telaga yang tak akan surut airnya, mata air yang tak akan kering manfaatnya, mengalir disetiap ruas sendi hidupnya. Setiap kata yang mengalir dari bibirnya adalah untaian mutiara yang tak bisa ditawar harga. Kemilau dan penuh makna.
Sang Murabbi,
Ia adalah Qudwah dalam detak jantung ummat ini. Tanpanya, matilah segala syaraf perjuangan di medan dakwah ini. Dari tangannya-lah kader tangguh pergerakan ini lahir, tumbuh, terdidik dan me-regenerasi pendahulu.
Keikhlasan serta kerja keras mereka adalah komposisi dalam setiap episode dakwah ini. Mereka adalah orang-orang yang saling bersaudara dalam susah dan senang, dalam tawa dan tangisan. Mereka adalah orang-orang yang abai cemohan tetapi keras terhadap kemaksiatan. Ba’al hinaan tetapi geram kepada kedustaan. Usia mereka mungkin tidak terlalu panjang, tetapi ajaran yang mereka bawa bertahan melebihi panjang usia mereka.
Saat menulis ini, tiba-tiba saya teringat perkataan Alm. Ustadz Rahmat Abdullah, seorang Murabbi senior yang semoga Allah merahmati beliau, beliau berkata dalam sebuah kesempatan “untuk apa-lah usia yang panjang, namun tanpa isi”, tersentak diri saya, bagaimana dengan usia yang sudah kita habiskan? Penuh dengan amalan kah? Full dakwah kah? Atau malah sesak maksiat? Penuh perbuatan yang tak mengundang manfaat tapi malah gudangnya mudharat? Mari bersama kita bermuhasabah diri. Jangan-jangan kita menganggap diri termasuk dalam barisan tapi nyatanya tertinggal sendirian dibelakang. Jangan-jangan kita mengira sudah maksimal berdakwah, tapi hakikatnya seujung kuku pun tak ada.
Karena dalam barisan ini terpecah menjadi dua jenis kader dakwah, ada yang lelah lantas lirih mengucap lillah ada juga yang lantang berteriak lillah tetapi tak henti mengeluh lelah. Sudah barang tentu, para Murabbi adalah yang meski badannya habis dicabik-cabik cobaan dan fitnah tapi ia tau jelas tujuannya, “Lillah”.

Samboja, 07 Juni 2016

0 komentar:

Posting Komentar