Again (?)


Beberapa waktu yang lalu, saya membaca thread seorang wanita di twitter lewat SS teman saya di Line. Dan saya setuju dibanyak hal (atau bahkan semua hal) tentang threads-nya.
Tapi yang paling saya setujui adalah part dimana dia bilang seperti ini..
“...Kita dilatih sejak kecil untuk berprasangka pada anak-anak terpandai dikelas. Caper keguru, lah. Sok pintar, lah. Tukang pamer, lah.
Sebegitunya sampai stigma ini melekat bukan hanya pada orang yang pintar, tapi juga pada “perbuatan” yang kita kaitkan dengan “kepintaran”.
Misalnya: membaca, bersikap asertif (banyak bertanya, menyanggah, atau berpendapat) dalam diskusi dan di ruang publik, bahkan menulis. Orang yang melakukan hal-hal di atas akan dikenai beban berlipat: 1) dia pasti pintar, karena hanya yang pintar yang berhak melakukan dan--
2) jika memang dia pintar, maka tidak seharusnya dia melakukan hal-hal yang menujukkannya, karena menujukkan kepintaran itu tidak baik.
….….
Membaca, berpendapat dan sebagainya bukan monopoli orang pandai atau penanda kepandaian. Justru semua itu kita lakukan agar menjadi pandai.”

Boldly, saya tidak pernah merasa saya yang paling pintar dikelas. But it happens to me, sometimes. Ketika saya mulai bersikap lain, contohnya bertanya banyak hal kepada guru, mempertanyakan ini itu kepada teman, menyiapkan pertanyaan saat sesi presentasi atau menangkis suatu statement, atau hal-hal sejenis.. tiba-tiba seisi kelas seakan-akan mengarahkan pandang kesaya dan menuding hal-hal tidak masuk akal yang jauh dari niat awal saya yaitu berpartisipasi penuh dalam kelas. Bahkan ketika saya mulai memancing diskusi misalnya, semuanya seperti merasa keberatan dan memilih pura-pura tidak dengar, tutup telinga serapat mungkin. Menujukkan ketidak-tarikan yang jelas, sedetik setelah saya memberikan umpan. Menyakitkan? Tidak juga. Saya optimis, masih banyak orang lain yang mungkin benar-benar tertarik diluar sana. But, anyway.  
Dan jujur, kadang saya juga sering bersikap tidak masuk akal seperti mereka. Saya akan tiba-tiba memberikan judgment “si cerdas” atau “si kritis” jika dalam seminar ada sosok menonjol yang tampil dengan banyak pertanyaan.
Padahal … mungkin saja kita yang harus mengonstruksi ulang paradigma berpikir kita. Karena hal-hal itu sebenarnya bukan hak paten milik si pintar berotak jenius, atau si kritis dengan segunung pengetahuan dibalik otaknya.
Bertanya, berpendapat, atau menyanggah sekalipun adalah hal yang bisa dilakukan semua orang. Siapapun.         

0 komentar:

Posting Komentar