DATO...


Aku tak pernah tahu bagaimana sejarah mengapa aku memanggilnya dato, bukan kakek atau kai seperti kebanyakan teman sejawatku dulu. Aku selalu bisu, jika ditanyai apa alasannya.
Datoku.. sosok jenaka yang dekatnya denganku melebihi dekatku dengan orang tuaku sendiri saat kecil. Aku akan meronta jika diminta bermalam dirumah orang tuaku dan dipisahkan dari dato. Aku ingat, pernah satu malam saat ia mengajakku menonton bola di rumah orang tuaku, aku tertidur sebelum sempat “pulang”. Akhirnya ia meninggalkanku pulang sendirian, membiarkanku tidur dirumah orang tuaku. Jam dua malam saat kubuka mataku dan tak melihat keberadaannya, aku panik dan menangis. Meronta diantar “pulang” kerumah datoku. Akhirnya dengan mata sembab bapak mengalah, menggendongku membelah malam dengan senter buram menuju rumah datoku yang jarak tempuhnya lumayan jauh.
Datoku.. darinya aku mengenal hijaiyah, darinya pula aku akrab dengan setiap gerakan shalat, lengkap dengan bacaan-bacaannya diumur yang baru menginjak 6 tahun. Dari lisannya aku sering terpaku menikmati cerita hikmah yang masih segar kuingat sampai sekarang. Aku tumbuh bersama rekah kasih sayangnya.
Datoku.. ia sosok kakek yang perhatian, ayah yang tegas dan suami yang luar biasa setia. Bagaimana tidak? Sejak kepergian nenek, ia memilih menghabiskan sisa hidupnya sendirian. Menua bersama memoar yang berhambur terserak, beruban dengan doa yang riuh mengangkasa. Doa untuk yang terkasih yang lebih dulu menghadap.
Tak banyak hal yang bisa kuungkapkan tentangnya, karena pena tak selalu mampu melukis apa yang ada dikepala. Tak bisa kurinci satu-persatu setiap kenangan yang kulalui bersamanya, karena terlampau membuih. Paragraf ini sama sekali tak berbanding banyaknya dengan warna yang ia tabur dalam dalam setiap kanvas cerita hidupku.
Mengingatnya kadang sukses membuat pelupuk mata mengembun, takut-takut jika aku belum maksimal mendoakannya, belum rampung membuatnya bangga. 
Allahu Rabbiy.. semoga tak bosan Kau anugerahkan keberkahan dalam hidup dato hamba. Aamiin.

Dan semoga paragraf ini, menjadi penjelas bahwa aku menyayanginya sekeras apapun pertengkaran dan perdebatanku dengannya.

0 komentar:

Posting Komentar